JURNAL
MAJALAH
DEMAKTIKA
DINAS
PENDIDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
KABUPATEN
DEMAK
JUDUL
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KARAKTER MANDIRI MELALUI BERMAIN KERANGKA LAYANG-LAYANG PADA MATERI FAKTOR
PERSEKUTUAN TERBESAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI SD NEGERI KEDUNGORI 1
TAHUN P2LAJARAN 2014/2015
Disusun
Oleh
Nama : KARTONO, S.Pd
NIP : 19710627 199903 1 007
Instansi : SD Negeri Kedungori 1 Dempet
Demak
Alamat
Email : kartonosutet@yahoo.co.id
UPTD
PENDIDIKAN PEMUDA
DAN OLAH RAGA KECAMATAN DEMPET KABUPATEN DEMAK
TAHUN 2015
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KARAKTER MANDIRI MELALUI BERMAIN KERANGKA LAYANG-LAYANG PADA MATERI FAKTOR
PERSEKUTUAN TERBESAR MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI SD NEGERI KEDUNGORI 1
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Kartono*)
kartonosutet@yahoo.co.id
Abstrak:
tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan
hasil belajar dan katakter
mandiri siswa pada materi Faktor Persekutuan
Terbesar dengan menggunakan model pembelajaran bermain kerangka layang-layang..
Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian
tindakan kelas yang dilakukan selama
empat bulan dalam dua siklus. Subyek penelitian siswa kelas enam SDN
Kedungori 1 oleh 35
siswa..Sedangkan analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif persentase dengan
rumus: Σ =
N / YX 100%. Untuk menentukan peningkatan
hasil belajar dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif. Indikator kerja penelitian
ini dianggap berhasil
jika 85% dari semua siswa tuntas, Hasil penelitian
menunjukkan bahwa melalui model
pembelajaran bermain kerangka layang-layang
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI
Matematika di SDN
Kedungori 1 bahan mencari FPB
dua angka. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata
hasil belajar kondisi hasil
belajar prasiklus 54,86 kategori cukup, 68,86 kondisi
siklus 1 kategori baik, dan pada
siklus 2 rata-rata hasil
belajar 85,71 kategori sangat baik.dan karakter mandiri siswa sangat baik.
PENDAHULUAN
Matematika mempunyai
peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan membantu daya
pikir manusia. Perkembangan pesat di
berbagai bidang teknologi,
informasi, dan komunikasi juga
tidak lepas dari perkembangan matematika.
Dalam buku model kurikulum terbitan BSNP tahun 2008 pada latar belakang
pengajaran matematika disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar tujuannya untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif
serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Bertolak dari peranan dan manfaat
matematika terhadap perkembangan teknologi di berbagai bidang tersebut, guru di sekolah Dasar diharapkan memberikan pembelajaran
matematika secara optimal sehingga tujuan dari pengajaran matematika dapat
tercapai.
Realitanya jauh dari harapan. Umumnya hasil belajar matematika pada sebagian besar siswa
memperoleh hasil yang rendah. Demikian halnya
siswa peneliti di SDN Kedungori 1.
Pada waktu pembelajaran matematika dengan materi menentukan Faktor
Persekutuan Terbesar ( FPB ) sampai 3 Bilangan dari 35 siswa di kelas VI, hanya
11 siswa yang mencapai standar ketuntasan minimal atau hanya 31 % saja.
Rendahnya hasil belajar matematika tersebut dimungkinkan oleh persepsi siswa
terhadap mata pelajaran matematika. Sebagian besar siswa
menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan, menjadi momok bagi mereka. Tidak sedikit pula siswa yang menganggap
matematika adalah pelajaran yang paling sulit dan membosankan. Jika dicermati ketakutan dan kurang tertarik pada pelajaran matematika itu barawal dari
ketidakmengertian atau ketidakjelasan siswa pada materi pembelajaran
matematika.
Untuk mengubah persepsi siswa
terhadap pelajaran matematika, dari
anggapan matematika itu membosankan dan menakutkan menjadi matematika itu
mudah, mengasyikkan dan menyenangkan Oleh karena itu perlu
peran guru untuk mewujudkannya. Mengingat materi pembelajaran matematika itu
bersifat abstrak, maka cara yang dipandang efektif adalah guru harus
menggunakan model pembelajaran dan alat peraga yang menarik.
Dengan model pembelajara dan alat peraga, sesuatu yang sifatnya abstrak bisa diubah
menjadi konkrit. Disamping itu siswa akan menjadi
lebih aktif, pembelajaran lebih
mengasyikkan dan menyenangkan sehingga siswa menjadi lebih bergairah yang
imbasnya tentu saja adalah hasil belajar yang dicapai siswa menjadi maksimal.
Dalam proses pembelajaran model
pembelajaran yang disertai alat peraga menarik juga berfungsi
sebagai penyaji stimulus (informasi, dan lain-lain) dan untuk
meningkatkan keserasian siswa (menyamakan persepsi) dalam penerimaan informasi. Fungsi model
pembelajaran dan alat peraga dalam proses pembelajaran ini adalah
untuk mengatasi hambatan dalam proses komunikasi, interaksi, mengatasi keterbatasan fisik dan mengatasi
sifat pasif siswa. Alat peraga atau
media juga diperlukan untuk menunjang pembelajaran bermakna.
Hal ini disebabkan siswa dapat
secara langsung mengkonstruksi pengetahuan yang ada, sehingga hasil belajar
optimal. Adapun model pembelajaran yang akan peneliti gunakan
pada pembelajaran matematika dengan materi menentukan Faktor Persekutuan
Terbesar ( FPB ) sampai 3 bilangan dengan model Bermain Kerangka
Layang – layang Penggunaan model
pembelajaran ini peneli titerapkan pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri
atas dua siklus..
Berdasarkan catatan-catatan guru
ketika melakukan refleksi setelah pembelajaran selesai dan berdasarkan hasil
diskusi dengan teman sejawat peneliti berhasil mengidentifikasi masalah yang terjadi pada saat
pembelajaran yaitu pembelajaran kurang berhasil penguasaan materi
masih di bawah KKM,
siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran, dan kosentrasi siswa masih rendah dalam
mengikuti pelajaran
Peneliti
menganalisis penyebab terjadinya masalah tersebut: guru masih menerapkan
pembelajaran konvensional, mendominasi kelas, menggunakan
metode ceramah, tidak menggunakan
alat peraga yang menarik siswa, dan
penjelasan guru tidak interaktif.
Sedangkan dari siswa, penyebab terjadinya kegagalan pembelajaran
matematika dengan materi menentukan Faktor Persekutuan Terbesar ( FPB ) sampai
3 bilangan adalah: siswa mengalami
ketakutan/kecemasan pada matematika (math anxianty), Matematika
dianggap sulit oleh siswa, siswa bosan mengikuti pembelajaran, dan siswa tidak
tertarik dengan cara penyajian guru.
Adapun
rumusan masalah yang hendak dikaji dalam penelitian ini bagaimana cara
meningkatkan hasil belajar dan karakter mandiri siswa pada mata
pelajaran Matematika tentang Menentukan Faktor Persekutuan Terbesar ( FPB )
sampai 3 Bilangan di kelas VI semester 1 Tahun Pelajaran 2014 / 2015 SDN Kedungori 1 Kecamatan Dempet melalui Bermain Kerangka
Layang-layang ?”
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
penggunaan model pembelajaran bermain Kerangka Layang - Layang pada pembelajaran matematika
dengan materi Menentukan Faktor Persekutuan Terbesar ( FPB ) sampai 3 bilangan.
Secara teoristis, jika penelitian
ini terbukti bahwa melalui model pembelajaran bermain kerangka layang-layang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa berarti dapat dijadikan acuan teori untuk
penelitian selanjutnya. Selebihnya penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya paedagogik.
Secara praktis, penelitian ini bermafaat bagi: guru untuk berimprovisasi
dalam proses kegiatan pembelajaran, guna
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi sebagai akibat pembaharuan
kurikulum, siswa akan senang belajar matematika dengan cara yang sesuai
perkembangan daya nalarnya, dan bagi institusi membantu sekolah. untuk
berkembang karena adanya kemajuan pada diri guru dan pendidikan di sekolah
tersebut.
LANDASAN TEORETIS DAN
HIPOTESIS
Hakikat Matematika
Matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika
diskrit. Pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan: memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara
luwes, akurat, efisiensi, dan tepat, dalam pemecahan masalah: menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan pada matematika; memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh:
mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, dan atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah; memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari maematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah. Adapun ruang lingkup matematika
di Sekolah Dasar meliputi aspek bilangan, geometri, dan pengukuran dan
pengolahan data.
Pemahaman
konsep matematika
Pemahaman
konsep merupakan salah satu aspek penilaian yang harus dilakukan guru pada mata
pelajaran matematika, bertalian dengan hal tersebut Depdiknas (2003 : 5)
memberikan pedoman mengenal beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan guru
dalam melakukan penilaian, yaitu:
- Pemahaman konsep, siswa
mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi contoh atau bukan
contoh dari konsep tersebut.
- Prosedur,
Siswa mampu mengenali
prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar.
- Komunikasi, siswa mampu
menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau
mendemonstrasikan
- Penalaran, siswa mampu
memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana
- Pemecahan masalah, siswa
mampu memahami masalah, memillih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan
masalah
Hakikat Belajar dan Proses Pembelajaran
Belajar
Menurut Hilgard
dan Bower, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap
sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang
dalam situasi itu, di mana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (M. Ngalim
purwanto, 1997:84).
Sedangkan Gagne
menyatakan belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi
ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari
waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi
tadi (M. Ngalim purwanto, 1997:84)
Selanjutnya menurut Morgan menyatakan bahwa belajar adalah setiap
perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman (M. Ngalim purwanto, 1997:84).
Dari definisi-definisi yang dikmukakan di atas dapat dikemukakan adanya
beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar yaitu :
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Belajar
merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam
arti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
Proses Pembelajaran
Proses Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses pembelajaran
banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu, perwujudan
proses dapat terjadi dalam berbagai model. Bruce Joyce dan Marshal Weil
mengemukakan 22 model mengajar yang dikelompokkan ke dalam 4 hal, yaitu (1)
proses informasi, (2) perkembangan pribadi, (3) interaksi sosial, dan (4)
modifikasi tingkah laku (Moh. Uzer Usman, 1995:1).
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan
kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus
memikirkan dan membuat perencanaan
secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki
kualitas mengajarnya.
Untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar yang baik, guru dan siswa harus
bersama-sama aktif sehingga proses pembelajaran tidak menjemukan. Keaktifan
siswa meliputi siswa tertarik pada pelajaran yang diajarkan dan mau bertanya. Dalam
hal keaktifan guru, maka guru harus dapat membangkitkan minat dan mendorong
semangat siswa untuk bertanya dan mencoba melakukan sesuatu yang ada
hubungannya dengan pelajaran yang dihadapi. Guru yang kreatif dalam
pembelajaran diharapkan dapat membangkitkan minat dan mendorong semangat siswa
untuk bertanya dan mencoba melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran
yang dihadapi serta suasana kelas terasa lebih hidup karena terjadi komunikasi
multi arah antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Alat Peraga
Alat peraga merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyampaikan sesuatu atau isi pelajaran, memperjelas, dan menarik perhatian
siswa sehingga dapat mendorong proses pembelajaran yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar . Alat peraga sebaiknya mudah cara menggunakannya,
tidak berbahaya, mudah dicari, murah harganya, dan lebih utama lagi siswa dapat
membuatnya sendiri (Achmad DS, 19961:1).
Dengan demikian alat peraga pendidikan merupakan alat pembelajaran yang
sangat penting dalam proses pembelajaran karena dengan menggunakan alat peraga
akan lebih menarik perhatian siswa dan hasil yang diperoleh tidak verbalisme.
Barang-barang yang tidak bermanfaat di lingkungan sekitar sebenarnya dapat
dimanfaatkan untuk membuat alat peraga.
Supaya penggunaan alat peraga dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
guru harus menggunakannya dengan semaksimal mungkin. Meskipun dengan benda
sederhana asalkan guru dapat menggunakannya dengan tepat maka materi pelajaran
yang diberikan kepada siswa akan dapat diterima dengan jelas.
Alat peraga sangat beragam jenisnya. Ada yang berupa gambar, benda tiruan
ataupun benda yang sesungguhnya. Hal yang utama dalam penggunaan alat peraga
yaitu disukai siswa, harganya murah, mudah dicari dan tidak berbahaya. Biasanya
siswa SD akan sangat suka dan tertarik dengan benda yang berwarna-warni. Oleh
karena itu agar alat peraga dapat mencapai sasarannya, guru
dituntut untuk dapat mengatasi hal-hal yang dapat menghambat penggunaannya.
Kemampuan berpikir siswa terkait dengan tingkat usia. Siswa Usia sekolah
dasar pada umumnya masih berada pada taraf berpikir kongkrit, artinya siswa
akan memahami hakikat sesuatu bila disertai dengan bendanya. Alat peraga
permainan Kerangka layang -layang akan membantu siswa memahami suatu peristiwa,
hal ini terkait langsung dengan kualitas rangsangan berpikir yang diperoleh
siswa.
Menurut teori penerimaan rangsangan, secara berjenjang daya mengingat hanya
mencapai 10% apabila hanya membaca dan akan meningkat menjadi 20 % apabila disertai
dengan mendengarkan keterangan. Jika kedua hal tersebut diikuti enggan melihat
benda secara konngkrit daya ingat mencapai 30 %. Akan meningkat lagi ke 50 %
apabila seseorang membaca, mendengar, melihat atau mengamati kejadian. Jika
terjadi diskusi terhadap sesuatu yang dipelajari maka ingatan akan mencapai 70
% dan mencapai 90 % jika melakukan percobaan. Dari gambaran tersebut terlihat
bahwa untuk dapat mencapai daya tangkap yang tinggi pada materi Faktor
Persekutuan Terbesar ( FPB ) penggunaan alat peraga Kerangka layang -layang
sangat diperlukan.
Alat
peraga kerangka layang-layang merupakan tergolong alat peraga murah. Terbuat
dari bahan-bahan yang ada di sekitar
peneliti yaitu sapu lidi/bilah bambu dan angka kalender. Penggunaannya
relatif sederhana, mudah dikenal siswa dan sesuai dengan perkembangan anak.
Peraga ini bisa gunakan secara individu dan kelompok.
Alat dan Bahan
Kerangka layang
-layang yaitu berbagai potongan sapu
lidi. Ada 2 potong panjang 30 cm dan 5 potong pendek 20 cm, yang masing-masing
dapat digabungkan secara vertikal dan horisontal. Potongan panjang
untuk vertikal, potongan pendek untuk horisontal. Dan berbagai nomor
untuk mengotak atik angka.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
NOMOR
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kegunaan
Alat peraga permainan Kerangka layang -layang dapat
digunakan untuk memudahkan siswa mengerjakan operasi hitung Faktor Persekutuan
Terbesar ( FPB ). Umumnya siswa
mengalami kesulitan bila mengerjakan soal FPB
dengan mencari faktor atau melalui faktorisasi prima. Prosesnya terlalu
panjang kadang kurang teliti yang mengakibatkan jawaban salah. Hal ini sering
menimbulkan apatis pada soal berikutnya.
Model Bermain Kerangka layang -layang
Model pembelajaran
dengan permainan adalah
suatu model pembelajaran yang dikemas dalam bentuk permainan yang
berfungsi membentuk sikap keingintahuan dan menyederhanakan kerangka
berfikir, meningkatkan motivasi dalam belajar matematika, memberikan
kesempatan berfikir, menggunakan taktik dan strategi dalam memenangkan
permainan sambil belajar matematika, dan dapat memberikan
kesempatan kepada setiap individu untuk belajar sesuai tingkat kesiapan
pengetahuannya
Membuat
kegiatan matematika dalam bentuk permainan dapat mengkondisikan suasana belajar yang kompetitif dan
menyenangkan.
Tujuan Penggunaan Permainan dalam
Belajar Matematika
Permainan yang digunakan dalam
kegiatan belajar matematika bertujuan untuk memantapkan
pemahaman siswa terhadap konsep materi, memberikan kesempatan kepada siswa berlatih agar lebih trampil
berhitung dan memberikan kegiatan penguatan dengan cara yang secara naluriah
disenangi siswa
Menanamkan
kemampuan perseptual dalam menghubungkan sejumlah obyek dengan lambang
bilangan, dan mengklasifikasikan obyek berdasarkan sifat-sifatnya. Melatih
anak untuk mempermudah persoalan yang rumit. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berfikir logis dalam memecahkan masalah
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di
SDN Kedungori 1 selama empat bulan dari bulan Juli s.d. Oktober 2014. Adapun subjek penelitiannya siswa kelas VI
semester 1 sejumlah 35 siswa terdiri atas 21 siswa laki-laki dan 14 siswa
perempuan.
Sedangkan teknik analisa data
menggunakan teknik analisis kuantitatif dan kualitatif. Data-data tersebut dianalisis untuk dibandingkan dengan teknik
deskriftif prosentase yaitu menghitung jumlah siswa yang tuntas dengan jumlah
siswa seluruhnya dikali seratus persendengan rumus: ∑=N/Y X 100% (N=Jumlah siswa yang tuntas, Y=jumlah
semua siswa, Sudjana, 2002:67) pada tiap siklus. Untuk mengetahuan peningkatan perbaikan pembelajaran data
kuantitatif tiap siklus dianalisa dengan teknik deskriftif komparatif.
Hasil penghitungan observasi karakter
mandiri siswa dikonsultasikan dengan tabel criteria diskriftif prosentase dalam
5 kategori yaitu sangat baik (86-100), baik (71-85), cukup (55-70), kurang
(50-54), dan sangat kurang (0-49).(Murni, 2010:52).
Indikator penelitian ini
adalah anak mencapai tuntas belajar
apabila anak mendapat nilai minimal 65% atau mendapat nilai ≥ 65%. Penelitian
ini dianggap berhasil apabila 85% dari seluruh anak mendapat nilai ≥ 65% dan
85% dari seluruh siswa Karakter
mandiri siswa dikatakan berhasil bila kategori ≥
baik. (Mulyasa, 2003:101).
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan
teori Kurt Lewin (Arikunto,2006:16) yang menunjuk empat komponen penelitian
tindakan kelas yakni: perencanaan(planning), tindakan(action),pengamatan(obser
ving), dan
refleksi(reflecting).
Sesuai teori penelitian tindakan
kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus dalam satu pertemuan (2x35
menit). Tiap siklus terdiri atas empat kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Teknik pengumpulan data
menggunakan observasi pada lembar penilaian yang dibagikan siswa setelah
mengikuti tes akhir pembelajaran dan perilaku mandiri siswa dalam pembelajaran. Observasi difokuskan pada
perolehan hasil belajar dan karakter mandiri siswa
yang dikorelasikan dengan kegiatan guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran.
HASIL
PENELITIAN
Data Pra Siklus
Diperoleh
gambaran yang menurut H.M.Akib Hamid dan Nan Heryanto dalam Statistik Dasar
(2004:3.5) bahwa peneliti mengadakan refleksi terhadap keoptimalan penggunaan model
pembelajaran atau alat peraga dalam pembelajaran.
Berdasarkan data
pra siklu yang ditemukan peneliti hasil belajar siswa masih rendah seperti
tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Belajar Pra Siklus
No
|
N.siswa
(x)
|
Frekuensi
|
Fx
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
|
20
30
40
50
60
70
80
90
100
|
2
5
6
6
5
3
5
2
1
|
40
150
240
300
300
210
400
180
100
|
|
Jumlah
|
35
|
1920
|
|
Rata-rata
|
-
|
54,86
|
|
Indikator
Kerja
|
11
|
31%
|
Sebelum perbaikan siswa yang menguasai
materi pelajaran diatas 65 % hanya 11
siswa dari 35 siswa atau 31%. Disini
guru hanya menggunakan metode konvensional ceramah,tanya jawab dan tugas. Guru
belum menggunakan alat peraga kerangka layan g-layang.
Beberapa siswa masih
perlu banyak berlatih untuk memahami konsep, penguasaan materi siswa masih
kurang, dan siswa masih banyak memerlukan bimbingan. Hal ini dikarenakan model
pembelajaran yang masih konvensional dan tanpa alat peraga.
Maka diperlukan perbaikan pembelajaran pada siklus I yang
menitikberatkan pada kegiatan guru dan siswa dengan model pembelajaran bermain
kerangka layang - layang.
Data Siklus I
Pada tahap
perencanaan ini peneliti melakukan identifikasi masalah dan perumusan masalah
sebagai acuan untuk membuat rencana perbaikan siklus I.
Peneliti juga
menyiapkan skenario model pembelajaran bermain kerangka layang-layang dan media
pembelajaran yang akan digunakan yaitu alat peraga kerangka layang - layang.
Dalam perencanaan telah disusun lembar pengamatan bagi pengamat serta merancang
tes formatif.
Perbaikan pembelajaran siklus I dilaksanakan secara
bertahap yang diawali dengan appersepsi dan diakhiri dengan tes formatif. Hasil
tes formatif ini dianalisa hasilnya untuk menentukan apakah upaya perbaikan
pembelajaran tersebut berhasil atau tidak
Dari data yang dilakukan oleh pengamat diketahui bahwa
guru sudah menggunakan materi, menggunakan alat peraga dan memberikan soal
latihan yang cukup tetapi guru belum mengoptimalkan penerapan model belajar bermain
kerangka layang - layang.
Sedangkan pengamatan terhadap siswa diperoleh data
bahwa masih ada siswa yang kurang
konsentrasi, malu bertanya dan diberi pertanyaan tidak menjawab sehingga
penerapan model pembelajaran Bermain kerangka layang-layang kurang maksimal. Siswa
perlu dirangsang untuk berani bertanya dan mengerjakan soal secara mandiri.
Untuk melatih karakter mandiri siswa dalam mengerjakan
soal latihan, guru menyediakan alat peraga kerangka layang-layang setiap
kelompok.
Diperoleh data nilai rata – rata 68,86. Dari 35 siswa baru 18 siswa yang memperoleh
nilai ≥ 65 sedangkan 17 siswa yang lain
memperoleh nilai kurang dari 65.
Karakter mandiri siswa yang sebelumya
cenderung cukup,
meningkat menjadi cenderung baik dan ada yang sangat baik. Hal ini tampak pada
banyaknya siswa yang mampu mengerjakan dan memilih soal sendiri meningkat 25
siswa dari 12 siswa kondisi sebelumnya.
Oleh karena itu
direncanakan perbaikan pembelajaran siklus II. Berikut ini penulis akan
menyajikan gambaran dalam bentuk tabel dan grafik dari hasil perolehan nilai
siswa perbaikan pembelajaran siklus I.
Tabel.
2. Data Hasil Bel. Siklus I
No
|
Nilai
siswa (x)
|
Frek.
|
Fx
|
1
2
3
4
5
6
7
|
40
50
60
70
80
90
100
|
4
4
9
2
10
3
3
|
160
200
660
140
800
270
300
|
|
Jumlah
|
35
|
2410
|
|
Rata – rata
|
-
|
68,86
|
|
Indikator Kerja
|
18
|
51%
|
Data Siklus II
Perencanaan
tindakan pada siklus II didasarkan atas hasil refleksi pada siklus I. Pada
tahap perencanaan ini peneliti merancang rencana perbaikan pembelajaran Siklus
II, menyiapkan alat peraga kerangka layang – layang dan media pembelajaran,
menyiapkan lembar observasi dan soal tes formatif.
Perbaikan pembelajaran siklus II dilaksanakan secara bertahap yang diawali dengan
appersepsi dan diakhiri dengan tes formatif. Hasil tes formatif ini dianalisa
hasilnya untuk menentukan apakah upaya perbaikan pembelajaran tersebut berhasil
atau tidak
Dari data yang
dilakukan oleh pengamat dikatahui bahwa guru sudah menyampaikan materi,
menggunakan alat peraga dan memberikan soal latihan yang cukup tetapi guru
belum mengoptimalkan penerapan model pembelajaran Bermain Kerangka Layang-layang. Sedangkan pengamatan
terhadap siswa diperoleh data bahwa siswa sudah konsentrasi dan respon terhadap materi, ada keberanian bertanya dan
diberi umpan balik tampak aktif sehingga penerapan model pembelajaran ini sudah maksimal.
Peneliti mengadakan refleksi bahwa perbaikan
pembelajaran siklus II dengan teknik Bermain Kerangka
Layang-layang ada kemajuan signifikan. Sehingga dapat
dikatakan perbaikan pembelajaran siklus II lebih baik dari Siklus I. Dari
analisa data hasil belajar yang dicapai oleh siswa pada perbaikan pembelajaran
siklus II diketahui bahwa nilai terendah 40 nilai tertinggi 100 dan nilai rata
– rata 68,86. Dari 35siswa baru 18 siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 sedangkan 17 siswa yang lain
memperoleh nilai kurang dari 65.
Karakter mandiri siswa meningkat
pesat. Hal ini tampak pada banyaknya siswa yang mampu mengerjakan dan memilih
soal sendiri meningkat 33 siswa dari 25 siswa kondisi sebelumnya. Ada 2 siswa
masih memerlukan bimbingan karena mengalami lambat belajar.
Oleh karena itu tidak perlu ada siklus
selanjutnya. Berikut ini penulis akan menyajikan gambaran dalam bentuk tabel hasil
perolehan nilai siswa perbaikan pembelajaran siklus II.
Tabel.
3. Data Hasil Belajar Siklus II
No
|
Nilai siswa (x)
|
Frek.
|
Fx
|
1
2
3
4
5
|
60
70
80
90
100
|
3
2
17
8
5
|
180
140
1360
720
500
|
|
Jumlah
|
35
|
3000
|
|
Rata - rata
|
-
|
85,71
|
|
Ind.Kerja
|
31
|
91%
|
Hasil tersebut bila dibandingkan dengan data kondisi awal
kelas dengan siklus I maka mengalami peningkatan dimana hasil tes formatif
siklus I rata-rata 68,86 meningkat 15,00 dari pra siklus yang hanya 54,86.
Prosentase ketuntasan di atas KKM 65 dari pra siklus yang hanya 31% menjadi 51%
jadi ada peningkatan 20%. Demikian halnya pada siklus II skor rata-rata 85,71
dan prosentase ketuntasan mencapai 91% jauh lebih baik dari kondisi awal dan
siklus I. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat pada table berikut:
Tabel.
4 Data Peningkatan Hasil Belajar
Siswa dari Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Hasil Belajar
|
Pra Siklus
|
Siklus
I
|
Siklus
II
|
Rata – rata
|
54,86
|
68,86
|
85,71
|
Indikator Kerja
|
31%
|
51%
|
91%
|
Berhasilnya Bermain Kerangka Layang-layang meningkatkan hasil belajar
siswa, disebabkan karena siswa mengenal kerangka layang-layang yang digunakan
sebagai media bermain dan belajar di lingkungannya. Media ini sesuai dengan
perkembangan siswa, sehingga terasa lebih rileks dalam mengerjakan variasi
soal-soal FPB. Siswa mampu menyelesaikan soal-soal secara mandiri dan tumbuh
karakter rasa ingin tahu.
Dilihat dari variabel karakter mandiri siswa pada
pelaksanaan pembelajaran mulai kondisi awal mengalami peningkatan baik dan
sangat baik, dan penurunan karakter mandiri cukup, kurang, dan sangat kurang,
seprti tampak pada tabel berikut:
Tabel.5Data
Peningkatan Karakter Mandiri Siswa dari
Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II
Karakter Mandiri
|
Pra Sik.
|
Sik. I
|
Siklus II
|
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kur.
|
4
8
11
7
5
|
10
15
6
3
1
|
15
18
1
1
-
|
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian
tindakan kelas ini dapat disimpulkan bahwa secara umum implementasi model
pembeljaran Bermain Kerangka Layang-layang
dapat meningkatkan hasil belajar dan karakter mandiri Matematika materi mencari
FPB siswa Kelas VI semester 1 SDN Kedungori 1 Dempet Demak tahun pelajaran 2014/2015.
Penulis
menyarankan kepada rekan guru agar mengoptimalkan pembelajaran melalui berbagai
aktivitas mecoba menerapkan inovasi pembelajaran seperti penelitian tindakan
kelas ini tentu saja relevansikan dengan kondisi peserta didik. Selamat
mencoba!
DAFTAR PUSTAKA
Agus Mulyana, Asnawi Zainul, 2008,Tes dan Asesmen di SD,Jakarta, UniversitasTerbuka.
Akib Hamid, Nar Heryanto ,2008,Statistik Dasar,Jakarta
Universitas Terbuka.
Asep Herry Hermawan ,dkk,2008,Pengembangan
Kurikulum da Pembelajaran ,Jakarta,Universitas Terbuka.
BNSP. 2006. Standar Isi. Jakarta
Depdikbud.
1994. GBPP Matematika SD Tahun 1994. Jakarta
Denny
Setiawan, dkk. Kompuer dan Media
Pembelajaran. Jakarta : UnVIersitas Terbuka
Dr. Wina Sanjaya,
M.Pd. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta. Kencana Prenada Media Group
Hudoyo, Herman. 1990 Straegi Belajar Matematika. Malang : IKIP
Malang Press
I.G.A.K.Wardani, Kuswaya Wihardi, Nochi Nasution, 2008. Penelitian
Tindakan Kelas, Jakarta : Universitas Terbuka
Kasri, M.K. 1994, Pelajaran Matematika
Penekanan Pada Berhitung. Jakarta :
Erlangga
Karso,dkk. Pendidikan Matematika1. Jakarta : UnVIersitas Terbuka
Mulyasa. 2004. Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bandung :
Remaja Rosda Karya
Udin.S.Winataputra, 2004.Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta : Universitas Terbuka.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah
ini saya:
Nama : KARTONO, S.Pd
NIP : 19710627 19903 1 007
Tempat dan
tanggal lahir : Demak, 27 Juni 1971
Pangkat /
Golongan : Penata Tk.1 / IIID
Jabatan : Guru SD
Alamat Sekolah : SD Negeri
Kedungori 1 UPTD Dikpora
Kecamatan Dempet
Kabupaten Demak
Propinsi Jawa Tengah
Alamat Rumah : Desa Babat RT 05 RW I Kecamatan
Kebonagung Kabupaten Demak Propinsi Jawa
Tengah
NO.HP :
081 325 365 916
Dengan
ini menyatakan bahwa artikel yang
berjudul PENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KARAKTER MANDIRI MELALUI
BERMAIN KERANGKA LAYANG-LAYANG PADA MATERI FAKTOR PERSEKUTUAN TERBESAR MATA
PELAJARAN MATEMATIKA KELAS VI SD NEGERI KEDUNGORI 1 DEMPET DEMAK TAHUN
PELAJARAN 2014/2015, benar-benar asli belum pernah dimuat di media lain.
Demikian surat pernyataan ini untuk dapat
digunakan seperlunya.
Demak.
5 Januari 2015
Mengetahui
Kepala SDN
Kedungori 1 Penulis
SUPRIYANTO, S.Pd KARTONO, S.Pd
NIP. 19621005
198304 1 001 NIP. 19710627 199903 1 007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar